MBG Tidak Cukup Hanya dengan Niat Baik
4 jam lalu
***
Ribuan kasus keracunan pada program Makanan Bergizi Gratis (MBG) harus dibaca sebagai alarm. Ini bukan sekedar angka, apalagi angka keci! Ini hanyalah puncak gunung es saja. Bila 6.000 siswa terdampak, bisa jadi ratusan ribu porsi lainnya juga tidak memenuhi standar—namun belum menimbulkan gejala keracunan langsung tapi tatap tak layak dikonsumsi .
Program sebesar MBG butuh pendekatan profesional, bukan hanya semangat berbagi
Sebagai sarjana teknologi pangan, saya menyambut baik program MBG. Tapi dalam pelaksanaannya, saya melihat persoalan serius: skala produksi sangat besar, namun sistem pengolahan dan pengawasannya belum sepadan.
Dapur MBG tidak bisa disamakan dengan dapur rumah tangga. Ia melayani 3.000 porsi per hari, setara industri katering. Maka, sistem yang digunakan pun harus mengikuti prinsip industri pangan, termasuk aspek higienitas, penyimpanan, dan distribusi makanan matang.
Seharusnya sertifikat kelaikan hygine dan sanitasi jadi harga mati yang harus dimiliki. Faktanya hanya 34 dari 8549 sppg yang mmeilikinya.
Dari sisi fasliltas selayaknya antara lain memiliki ruamg dingin untuk bahan baku. Minimal tersedia 10 chest freezer atau satu walk-in freezer. Semua bahan pangan mudah rusak ( perishable) wajib disimpan di suhu <4°C.
Untuk makanan jadi, perlu ada ruang transit makanan matang. Makanan siap saji tidak boleh menunggu terlalu lama dalam suhu ruang. Harus ada ruang holding dengan suhu >60°C atau <10°C, tergantung kebutuhan.
Jika ruang ruamg transit adalah ruang dingin maka sekolah harus punya fasltas pemanasan ulang di sekolah: Sekolah yang menerima makanan dari dapur pusat sebaiknya memiliki peralatan pemanas ulang. Kecuali makanan tetap nikmat dalam keadaan agak dingin seperti missal nasi uduk dengan telor dan lalapan
Pengawasan mutu menyeluruh: QC dan QA wajib dilakukan di setiap titik: mulai bahan baku, proses masak, pengemasan, hingga pengiriman. Harus pastikan bahan baku sesuai standar misalnya SNI , begiru juga proses dilakukan sesuai SOP penagnan makanan yang baik
Semua pekerja dapur harus mendapat pelatihan dasar hygiene dan food safety. Sertifikasi HACCP sebaiknya menjadi target jangka menengah.
Masalah lain adalah apa makna istilah bergizi dalam makanan berizi gratis.
Tampaknya ini sering disalah artikan seolah cukup dilihat dari satu kali makan sudah memenuhi kebutuhan gizi. Padahal kebutuhan gizi biasanya dihitung per hari, tergantung usia, jenis kelamin, berat badan, dan aktivitas. Itu sebabnya kebutuhan anak SD beda dengan SMA
Standar gizi mengacu pada asupan harian: misalnya 2100 kkal/hari untuk anak usia SMA , dengan komposisi berimbang antara protein karbohidrat Lemak vitamin mineral
Satu porsi makan tidak bisa mencakup seluruh kebutuhan sehari Tidak tepat , menyebut makanan bergizi hanya dari satu porsi
Harus nya di nyatakan dalam persentse terhadap kebutuhan harian, misal jika kebuthan perhari 2100 kalori , dan makan siang MBG yang mengandung 7000 kali. Maka makanan itu hanya boleh di klaim sebagai mencukupi 30 % kebutuhan gizi harian.
MBG adalah program mulia. Tapi niat baik saja tidak cukup. Dalam dunia pangan, ketidakdisiplinan sekecil apa pun bisa berujung bencana. Jika dapur-dapur MBG tidak segera ditingkatkan, maka risiko keracunan hanya menunggu waktu. Mari pastikan: makanan untuk anak-anak Indonesia harus aman, bukan sekadar gratis.
---

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

MBG Tidak Cukup Hanya dengan Niat Baik
4 jam lalu
Prospek dan Tantangan Mengembangkan Produk Olahan Daging Khas Indonesia
Selasa, 30 September 2025 09:34 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler